Anti mikroba, anti kanker dan anti virus

A. ANTI MIKROBA
Definisi:
Antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Dalam pembicaan di sini, yang dimaksud dengan mikroba terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit.

Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam praktek sehari-hari AM sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamida dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotic.

Kegiatan antibiotika untuk pertama kalinya ditemukan oleh sarjana Inggris dr. Alexander Flemming pada tahun 1928 (penisilin). Tetapi penemuan ini baru diperkembangkan dan dipergunakan dalam terapi di tahun 1941 oleh dr.Florey (Oxford). Kemudian banyak zat lain dengan khasita antibiotik diisolir oleh penyelidik-penyelidik di seluruh dunia, akan tetapi berhubung dengan sifat toksisnya hanya beberapa saja yang dapat digunakan sebagai obat.

Masa perkembangan kemoterapi antimikroba sekarang dimulai pada tahun 1935, dengan penemuan sulfonamida. Pada tahun 1940, diperlihatkan bahwa penisilin, yang ditemukan pada tahun 1929, dapat dibuat menjadi zat kemoterapi yang efektif. Selama 25 tahun berikutnya, penelitian kemoterapi sebagain besar berpusat sekitar zat antimikroba yang berasal dari mikroorganisme, yang dinamakan antibiotika.

Suatu zat antimikroba yang ideal memiliki toksisitas selektif. Istilah ini berarti bahwa suatu obat berbahaya bagi parasit tetapi tidak membahayakan inang. Seringkali, toksisitas selektif lebih bersifat relatif dan bukan absolut; ini berarti bahwa suatu obat yang pada konsentrasi tertentu dapat ditoleransi oleh inang, dapat merusak parasit. Antibiotika yang ideal sebagai obat harus memenuhi syarat-syarat berikut:

* Mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang luas (broad spectrum antibiotic)

* Tidak menimbulkan terjadinya resistensi dari mikroorganisme pathogen

* Tidak menimbulkan pengaruh samping (side effect) yang buruk pada host, seperti reaksi alergi, kerusakan syaraf, iritasi lambung, dan sebagainya

* Tidak mengganggu keseimbangan flora yang normal dari host seperti flora usus atau flora kulit.

Kemoterapeutika dapat melakukan aktivitasnya lewat beberapa mekanisme, terutama dengan penghambatan sintesa materi penting dari bakteri, misalnya:

* Dinding sel : sintesanya terganggu sehingga dinding menjadi kurang sempurna dan tidak tahan terhadap tekanan osmotis dari plasma dengan akibat pecah. Contohnya : kelompok penisilin dan sefalosporin.

* Membran sel : molekul lipoprotein dari mambran plasma (di dalam dinding sel) dikacaukan sintesanya, hingga menjadi lebih permeable. Hasilnya, zat-zat penting dari isi sel dapat merembas keluar. Contohnya : polipeptida dan polyen (nistatin, amfoterisin) dan imidazol (mikonazol, ketokonazol, dan lain-lain).

* Protein sel : sintesanya terganggu, misalnya kloramfenikol, tetrasiklin, aminoglikosida, dan makrolida.

* Asam-asam inti (DNA, RNA) : rifampisin (RNA), asam nalidiksat dan kinolon, IDU, dan asiklovir (DNA).

* Antagonisme saingan. Obat menyaingi zat-zat yang penting metabolisme kuman hingga pertukaran zatnya terhenti, antara lain sulfonamida, trimetoprim, PAS, dan INH.

Klasifiskasi :
Kingdom : Protista

Divisio : Protopyta

Kelas : Schzomycetes

Ordo : Eubacteriales

Familia : Enterbacteriaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

Sintesis :
Antimikroba yang Menghambat Sintesis Protein Mikroba
Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah golongan aminoglikosid, makrolid,
linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu
mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan
bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas atas dua subunit, yang
berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S.
untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada
pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S.
1. Aminoglikosid
Aminoglikosid adalah suatu golongan antibiotic bakterisid yang asalnya didapat dari
berbagai species Streptomyces dan memiliki sifat-sifat kimiawi antimikroba,
farmakologis, dan toksik yang karakteristik.
Golongan ini meliputi Streptomycin, neomycin, kanamycin, amikacin, gentamycin,
tobramycin, sisomycin, netilmycin, dsb
A. Sifat Kimiawi dan Fisik
Aminoglikosid mempunyai cincin Hexose yaitu streptidine (pada streptomycin),atau
2-deoxystreptamine (pada aminoglikosid lain), dimana berbagai gula amino
dikaitkan oleh ikatan glikosid. Agen-agen ini larut air, stabil dalam larutan dan lebih
aktif pada pH alkali dibandingkan pH asam.
B. Mekanisme Kerja
Aminoglikosida merupakan penghambat sintesis protein irreversible, namun
mekanisme pasti bakteriosidnya tidak jelas. Begitu memasuki sel, ia akan mengikat
protein subunit-30S yang spesifik (untuk streptomycin S12).
Aminoglikosid menghambat sintesis protein dengan 3 cara:
1. Agen-agen ini mengganggu kompleks awal pembentukan peptide
2. Agen-agen ini menginduksi salah baca mRNA, yang mengakibatkan
penggabungan
asam amino yang salah ke dalam peptide, sehingga menyebabkan suatu keadaan
nonfungsi atau toksik protein
3. Agen-agen ini menyebabkan terjadinya pemecahan polisom menjadi monosom
nonfungsional.
C. Mekanisme Resistensi
Telah ditentukan 3 mekanisme prinsip yaitu
1) Mikroorganisme memproduksi suatu enzim transferase atau enzim-enzim yang
menyebabkan inaktivitas aminoglikosid, melalui adenilasi, asetilasi, atau fosforilasi
2) Menghalangi masuknya aminoglikosida ke dalam sel
3) Protein reseptor sub unit ribosom 30S kemungkinan hilang atau berubah sebagai
akibat dari mutasi.
D. Farmakokinetika
Aminoglikosid diabsorbsi sangat buruk pada saluran gastrointestinal yang utuh.
Setelah suntikan intramuscular, aminoglikosid diabsorbsi dengan baik dan
mencapai konsentrasi puncak dalam darah antara 30-90 menit. Aminoglikosid
biasanya diberikan secara intravena 30-60 menit. Secara tradisional aminoglikosid
diberikan dalam 2 atau 3 dosis terbagi perhari bagi pasien-pasien dengan fungsi
ginjal normal.
Aminoglikosid merupakan senyawa yang sangat polar dan tidak dapat langsung
memasuki sel. Sebagian besar aminoglikosid tidak dapat masuk ke mata dan SSP.
Aminoglikosid dibersihkan di ginjal, dan ekskresinya berbanding langsung dengan
klirens kreatinin. Waktu paruh normal dalam serum adalah 2-3 jam, namun
meningkat dalam 24-48 jam pada pasien dengan kerusakan fungsi ginjal yang
signifikan. Aminoglikosid hanya mengalami klirens secara sebagian dan tidak
beraturan melalui hemodialisis (misalnya 40-60% untuk gentamicyn), dan lebih
efektif jika klirens melalui dialysis peritoneal.
Penyesuaian dosis harus dilakukan untuk menghindari akumulasi obat dan
toksisitas pada pasien-pasien dengan insufisiensi fungsi ginjal. Bisa jadi dosis obat
dibiarkan konstan dan interval antar dosis dinaikkan, atau interval dibiarkan
konstan sementara dosisnya dikurangi. Berbagai monogram dan formula telah
dikembangkan untuk menghubungkan kadar serum kreatinin dalam dengan
penyesuaian pada regimen pengobatan.
Dosis harian Aminoglikosid dihitung dengan cara mengalikan dosi harian maksimum
dengan rasio perbandingan klirens kreatinin yang diperkirakan terhadap klirens
normal yaitu 120 mg/min, yang merupakan nilai tipikal untuk pria dewasa normal
dengan bobot 70 kg. Untuk wanita berusia 60 tahun dengan bobot 60 kg dan serum
kreatinin 3 mg/dL, dosis tepat untuk gentamicyn adalah sekitar 50 mg/hari.
Terdapat variasi individual yang patut dipertimbangkan dalam kadar serum
Aminoglikosid diantara pasien-pasien dengan nilai klirens kreatinin yang
diperkirakan sama. Oleh sebab itu, adalah wajib untuk mengukur kadar serum obat
untuk menghindari toksisitas berat khususnya apabila dosis tinggi diberikan selama
lebih dari beberapa hari atau jika fungsi ginjal berubah dengan cepat. Untuk
regimen tradisional dengan pemberian dosis dua atau tiga kali sehari, konsentrasi
serum puncak harus ditentukan dari sampel darah yang diambil sekitar 30-60 menit
setelah pemberian satu dosis dan konsentrasi trough dari sampel yang diambil
sebelum pemberian dosi berikutnya.

Efek famakologis :
Semua Aminoglikosid bersafat ototoksik dan nefrotoksik. Ototoksisitas dan
nefrotoksisitas cenderung ditemukan saat terapi dilanjutkan hingga lebih dari 5
hari, pada dosis yang lebih tinggi, pada
orang-orang lanjut usia dan dalam kondisi insufisiensi fungsi ginjal. Penggunaan
bersama diuretic loop (misalnya furosemid) atau agen antimikroba nefrotoksik lain
(missal vanomicyn atau amphotericyn) dapat meningkatkan nefrotoksisitas dan
sedapat mungkin dihindarkan.

Gangguan klinik :
Aminoglikosid paling sering digunakan melawan bakteri enteric gram-negatif,
khusunya ketika isolatnya resisten obat dan ketika dicurigai sepsis. hampir selalu
digunakan dalam kombinasi dengan antibiotic beta-laktam dalam upaya untuk
memperluas cakupan meliputi patogen-patogen gram positif yang potensial dan
untuk mendapatkan keuntungan sinergisme kedua klas obat ini. Pemilihan
aminoglikosid dan dosisnya sebaiknya tergantung pada infeksi yang sedang
dihadapi dan kerentanan dari isolate tersebut.